Sudah beberapa bulan ini aku galau, dan mencapai puncaknya beberapa hari belakangan (dalam mnggu ini). Aku merasakan kebahagiaan dak kesedihan dalam tarikan nafas yang sama. Aku merasa saat itu juga mampir ke surgaku, namun dilanda kecemasan terperosok dalam jurang neraka di tepi pijakanku.
Aku pernah cerita mengenai rasa sukaku pada seseorang. Kedekatan yang berawal dari teman, dan lama-kelamaan kusadari ada rasa yang lebih dari sekedar teman bermain dalam salah satu locker hatiku dengan ukiran namanya. Aku mengharap dia tau, tapi tak berani bilang, hingga akhirnya muncul orang lain dan mengisi posisi di sampingnya. Aku meyakinkan diriku bahwa kami "teman" tak lebih, aku harus terima kenyataan itu, tapi siapapun yang melihat kedekatan kami pasti akan berpikir kalau kami lebih dari sekedar teman (aku jamin itu).
Setelah event yang mendekatkan aku dengannya berakhir, kupikir aku bisa melupakannya. Kupikir teror patah hati itu akan usai dihapus waktu, tapi aku salah. Aku salah berpikir kalau bisa melupakannya, karena sejak event itu selesai sampai saat ini pun kuakui, aku masih menyimpan rasa padanya. Cara dia memperlakukanku, itu tidak bisa dibilang perlakuan seorang teman. Sepertinya kami sudah memasuki episode yang salah dalam hubungan ini. ini bukan teman, juga bukan pacar. Tanpa mengkomitmenkan, kami menjalani semua ini.
Sejak event itu berakhir, ku coba redam rasaku. Hingga sebuah kabar mampir. Hubungan mereka beakhir. What???? aku merelakan dia dan mereka putus. Tau begini takkan pernah kurelakan.
Beberapa hari lalu aku bertemu dengan dia. Rasa yang sempat tenang itu pun sontak bergejolak, tak bisa diatur. Seperti rasa lapar yang ditahan bertahun-tahun kemudian bertemu makanan super lezat.
Pertemuan itu berlanjut, meskipun tidak hanya berdua, tapi kami sempat hanya berdua (hiperbolanya begitu, kenyataannya banyak orang tak ku kenal di sekitarku). Aku terdiam, the power of my gemini yang kubanggakan runtuh oleh kehadirannya. Dan efeknya, rasa itu semakin menggila. Semakin tak dapat kukendalikan. Hanya dengan menyebut namanya saja sudah membuatku deg deg an. Ada apa dengan otakku??? Apa sekarang aku sudah gila??
Setiap aktifitas yang kulakukan selalu mengingatkanku padanya, entah itu memasak, beres-beres, nyetrika, nyuci baju, nyuci piring, bahkan ketika sedang baca novelpun, ceritanya membangkitkan ingatanku mengenai kenangan yang pernah aku jalani bersamanya. Dan kalau sudah begini, aku akan dilanda galau berkekuatan super. Lama-lama aku bisa gila karena rasaku padanya.
Tapi kemarin, aku merasa harus mengambil keputusan. Sebuah keputusan sulit yang mau tak mau harus aku ambil. Aku harus melangkah. Aku tak boleh gila oleh suatu pengharapan yang tak ada akhir. Aku tak bisa terus-terusan bergelut dalam dunia ketidakpastian. Memang kuakui aku menyukainya, tapi aku ragu apa aku serius dengannya, itu membuat aku sendiri tak yakin, jika dia menanamkan komitmen, apa aku sanggup meng-iya-kan?? Aku menyukainya, aku senang bersamanya, tapi kami teman. Terima kenyataan itu. hanya itu pilihan teraman buatku.
final, tadi malam kuambil keputusan dengan (berharap) penuh keyakinan, Aku akan akhiri cerita dalam lembaran rasaku padanya, sudah kusiapkan kunci untuk locker hati yang berisi rasaku padanya, akan kusegel semua itu dengan ikhlas dan penuh pengharapan agar tidak lagi berharap. Jalani semua apa adanya.
Meski demikian, aku tidak pernah menyesal pernah menyukai dia, sosok yang bertahan paling lama dalam rasa. Semua kenangan yang pernah kuperoleh dari dia sudah lebih dari cukup untuk menutupi celah rasa di hati. Aku bersyukur mengenal dia, aku bahagia dipertemukan oleh event itu, aku menyukai rasaku padanya. Aku menyukainya dengan cara yang tidak sederhana, it's complicated, tapi aku berharap aku bisa menyukai dia dengan cara yang sederhana saja, agar galau itu tidak lagi menghantuiku.
Maaf rasa, bukan tak ingin memperjuangkanmu, tapi aku juga bisa letih. dan inilah letihku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar