
Cinta datang tak diundang, dan kalau sudah datang dia sulit sekali untuk diusir pergi. Dan saat ini aku menyadari bahwa cinta itu menghampiri hidupku. Namun sayang, aku terlalu pengecut untuk mengakuinya. Hingga akhirnya orang yang kucintai sudah mencintai orang lain.
Aku memiliki waktu lebih banyak, aku memiliki kesempatan lebih banyak untuk menarik perhatiannya, aku melalui waktu bersamanya jauuuuuuuhhhhhhhh lebih banyak. Aku berada di dekatnya lebih sering. Aku bercerita dengannya lebih banyak. Dia cerita denganku lebih banyak. Namun aku jauh lebih pengecut untuk menunjukkan bahwa aku menyukainya ketimbang wanita itu. Hingga akhirnya aku harus menyerah akan perasaanku.
Aku pengecut. Sungguh aku bodoh. Ini bukan pertama aku melepas rasaku dan tenggelam dalam keterpurukan karena kepengecutanku. Aku sedih melihat diriku sendiri. Aku sedih melihat keadaanku. Aku tak menjaga perasaan siapa-siapa, aku menjaga perasaanku sendiri, karena aku takut kecewa. Aku terus menunggu dan menunggu hingga akhirnya muncul orang lain yang menurutku merebut dia dariku. Meski aku tau dia tak pernah kumiliki.
Namun tanpa atau dengan adanya wanita itu belum tentu juga aku dapat memilikinya, karena aku tak pernah tau apakah dia juga dihampiri oleh rasa cinta yang sama seperti yang menghampiriku. Namun sungguh aku terpuruk, aku hancur ketika melihat mereka bersama. Aku tak tau egoiskah ini??? dia bukan milikku dan tak pernah jadi milikku, tapi aku sungguh cemburu melihat kemesraan mereka. Aku selalu berhasil menunjukkan wajah “tidak ada apa-apa” di hadapan mereka. Aku bisa so innocent. Namun sungguh, hanya Tuhan dan aku yang tau, hati ini hancur luruh remuk. Seakan takkan bersisa untuk merasakan bahagia lagi. Duniaku hancur ketika kulihat wanita itu merangkulnya. Aku merasa seakan vertigo-ku menyerang tiada ampun ketika mereka saling menyapa “sayang” dihadapanku.
Tuhan, egoiskah aku jika aku jadi membenci hubungan mereka???
Aku tau dia tidak pernah kumiliki. Tanpa ataupun dengan adanya, aku tak pernah tau apakah aku mampu mendekatinya seperti wanita itu. Aku menyesali diriku sendiri. Aku menyesali kebodohanku. Aku menyesali kepengecutanku. Aku terlalu takut untuk kecewa. Aku merasa “hubungan” seperti ini pun sudah cukup buatku, namun ternyata tidak, ketika wanita itu hadir, aku menyadari, aku ingin jadi wanita paling penting di hidupnya setelah keluarganya. Salahkah jika aku ingin memonopoli dirinya???
Pernah suatu hari dia bertanya padaku, apa aku marah?? Dan aku bingung harus menjawab apa. Aku takut salah menjawab. Aku bingung kearah mana maksud pertanyaannya. Jika yang dia maksud marahkah aku karena dia jadian dengan wanita itu, maka hatiku akan menjawab “iya, aku marah. Aku sedih. Ingin menangis hingga air mata ini kering”, tapi lagi-lagi aku hanya menunjukkan wajah so innocent dan balik bertanya “maksudnya??”
Dan pertanyaan itu masih menggantung dalam hatiku. Mengapa dia harus bertanya seperti itu???
Beberapa hari lalu seorang teman bilang padaku, TTM (teman tapi mesra) itu menyedihkan. Ketika kutanya kenapa, dia bilang “ya sedihlah, dibilang pacaran bukan, dibilang teman tapi lebih”. Dan itulah yang kurasakan. Dan begitulah posisiku. Menyedihkan. Cinta diam-diam, hanya Tuhan dan aku yang tau.
Mungkin dia tak pernah menyadari, aku cemburu. Tapi aku harus sadar, aku bukan siapa-siapa untuk merasa cemburu. Aku hanya seorang teman. Teman yang merasa lebih. Dan itu sungguh menyedihkan.
Jika dia cintaimu Melebihi cintaku padamu Aku pasti rela untuk melepasmu Walau ku tau ku kan terluka
Jikalau semua berbeda Kau bukanlah orang yang kupuja Tetapi hatiku telah memilihmu Walau kau tak mungkin tinggalkannya
Jadikan aku yang kedua Buatlah diriku bahagia Walau pun kau takkan pernah Kumiliki selamanya
*Astrid, Jadikan Aku yang Kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar