Hari ini aku ingin ngobrol mengenai keasikanku. Kebiasaanku membangun dunia sendiri. Tentu bukan dalam arti yang sebenarnya.
Aku membangun dunia sendiri a.k.a. berkhayal. Entah kenapa, aku lebih memilih berkhayal ketimbang menulisnya. Mungkin karena aku tidak pintar memilih kata-kata hingga dunia itu terasa sangat nyata.
Dalam khayalanku, semua begitu nyata, terkadang aku sulit membedakan kapan aku berada di dunia ku, kapan aku berada di dunia nyata. Semua terasa sama nyatanya. Justru duniaku jauuuhhhhhh lebih indah. Lebih menyenangkan. Lebih mempesona. Dia mampu menyekapku dalam rayuan keindahannya.
Beberapa hari ini sebuah skenaario menggoda duniaku untuk bermain peran padanya. Sebuah cerita romans sederhana, namun menggoda. Sebuah kisah tak romantis namun penuh kasih sayang yang tulus.
Cerita itu bermain sangat nyata dalam khayalku, membuat sang sutradara ini tertarik untuk bergabung dan ikut mengambil peran di sana. Peran yang di dalam dunia nyata tak mungkin pernah bisa kujalani, meski dalam keadaan mabuk sekalipun.
Aku menyukai peran itu. Aku jatuh cinta pada sosok sang tokoh. Aku ingin seperti dia, berada di sisi orang yang disayangi dan menyayangi dengan tulus. Bersama dalam berbagai ketidakselarasan. Kesenjangan tak menjadi soal. Keterpautan yang justru membuat rasa itu terasa sangaaattttt tulus, bersih tanpa campur tangan nafsu.
Keluguan dalam menjalani perasaan yang tidak sederhana, memberi kesederhanaan pada setiap rasa yang dia curahkan dan dia terima.
Aku jatuh cinta pada sosok yang merayuku untuk berperan menjadi dia. Aku seakan dapat merasakan luapan rasa darinya dan dari sosok satunya. Keinginan rasa untuk bersama, saling menjaga, melengkapi, berlomba memberi rasa lebih besar.
Aku jatuh hati pada sosok yang terus merayuku untuk menjadi dia. Aku menjalani setiap skenario yang kuukir dalam duniaku. Meskipun aku sadar, semakin kujalani semakin dalam aku terperangkap dalam dunia khayal itu. Aku pernah terperangkap, dan butuh usaha tak sedikit untuk lepas darinya.
aku seperti menggali sebuah lubang dalam, kemudian penasaran dengan apa yang ada di dasarnya, tetap terjun meski aku tahu tak mudah untuk bisa keluar lagi dari lubang itu.
Dan sekarang aku menerima akibatnya. Aku ingin skenario ini menjadi nyata, aku ingin tak lagi berperan menjadi dia, aku ingin menjadi dia. Benar-benar dia. Bukan lagi kepalsuan dalam dunia khayal itu.
Tapi tidak mungkin, tidak mudah menjalani semua itu. Aku tak bisa untuk itu. Menjadi dia butuh keberanian besar, dan aku tidak memiliki keberanian barang secuilpun.
Aku kembali terperangkap. Betapa bodohnya aku yang selalu mudah tertarik.
Khayalan tak mungkin jadi nyata, adhe!!